Journal Lampung

Proporsional & Berimbang

Seleksi KI Lampung, Visioner, Integritas dan Komitmen ?

Bandar Lampung (Journal):Komisi I DPRD Provinsi Lampung harus serius mendukung keterbukaan Informasi Publik di Lampung. Hal itu harus dibuktikan dengan proses fit n profertes calon Seleksi Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung, agar tidak mengabaikan kejelian dalam memilih calon Komisioner KI. Hal itu ditegaskan mantan Ketua Komisi Informasi Priode Pertama, Juniardi SIP, MH, kepada wartawan, Minggu 26 Januari 2020.

“Komisi I harus meloloskan calon-calon yang berintegritas baik, bukan rendah. Komisi I jangan mengabaikan rekam jejak calon yang memiliki catatan yang di kemudian hari bisa menjadi ganjalan pelaksanaan tugas para komisioner. Harusnya sudah menjadi harga mati, bahwa ke depan, KI tidak boleh diisi oleh orang-orang yang memiliki catatan terhadap integritas. Karena bisa dipastikan, lembaga KI akan berada dalam bahaya,” kata Juniardi

Menurut Juniardi, Komisioner KI setidak dalam undang undang, harus berintegritas, berjiwa kepemimpinan yang kuat, bersikap independen dan imparsial. Selain itu juga harus memiliki jaringan yang kuat; tidak hanya ke pemerintah tetapi juga kepada masyarakat sipil, mampu bekerja dalam tim dengan baik, bersedia bekerja di dalam tekanan, berani mengambil resiko serta mempunyai logika yang kuat.

“Bahwa dipastikan masa depan KI Lampung berada dalam bahaya bila salah memilih para komisionernya. Harusnya Komisi I berkaca dari proses seleksi komisioner dari komisi-komisi sebelumnya, termasuk beberada daerah di Indonesia. Misalnya, sebuah komisi yang strategis dipimpin oleh orang-orang bermasalah. Suatu ketika bisa diserang melalui pemberitaan dan akan berpotensi dikriminalisasi,” kata mantan Ketua Forum KI Indonesia 2012-2015 itu.

Juniardi mencurigai ketidak seriusan Komisi I terhadap keterbukaan informasi adalah terlihat dari Komisi I mengulur ulur waktu penetapan proses dengan alasan klasik yang terindikasi sarat pesanan. Kemudian tidak menyempatkan masyarakat melakukan penilaian kepada publik atas rekam jejak calon calon itu sendiri. “Komisi I tidak punya tolak ukur untuk memilih calon dengan integritas baik. Masukan masukan publikpun di abaikan,” katanya.

Selain itu, Komisi I tidak memperhatikan calon-calon yang mereka anggap sebagai jobseeker, Harusnya, lembaga KI yang periode kedepan dapat membanguan Transparansi secara baik. “Bukan malah diisi oleh orang-orang yang tidak punya visi dan disiplin ilmu tentang Komisi Informasi. Orang-orang seperti ini berbahaya sekali,” jelasnya alumni Magister Hukum Unila 2009 ini.

Juniardi menyarankan Komisi I harusnya memperhatikan setidaknya tujuh bagian misalnya informasi data awal; integritas; sensitivitas gender; kapasitas dan pemahaman akan KIP; independensi; komitmen/kinerja; temuan lain yang relevan, dan keterwakilan independensi.

“Ada calon terlibat dalam kegiatan partai politik, tim sukses atau dekat dengan partai politik. Lalu soal komitmen dan kinerja, bagaimana calon tergolong sebagai job seeker atau pencari pekerjaan. Hal itu terungkap dari fakta bahwa ada calon yang mendaftar hanya untuk status,” katanya.

Terkait masalah dengan kepemimpinan, misalnya, tidak tegas, kurang tanggung-jawab, emosional, suka memanfaatkan konflik dan suka tampil sendirian atau one man show. “Saya kira KI periode pertama dipandang telah berhasil melakukan setup organisasi yang relatif stabil. Stabilitas KI harus terus dijaga ke depannya. Diharapkan di periode ketiga diisi oleh orang-orang yang berkomitmen dan bisa menjaga stabilitas lembaga KI. Karena KI bisa jadi benteng masyarakat atas keterbukaan informasi,” katanya. (r)



WhatsApp chat