Journal Lampung

Proporsional & Berimbang

Harga Beras Mahal Picu Inflasi di Lampung, Operasi Pasar Salah Tempat

Bandar Lampung — Instruksi Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk menggelar operasi pasar di pasar ternyata salah diterjemahkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Bahkan operasi pasar itu dinilai kalangan akademisi tidak efektif.

Arinal Djunaidi memerintahkan Pemerintah Kabupaten dan Kota menggelar operasi pasar murah di pasar atau di tempat umum, bukan di areal perkantoran maupin instansi.

“Tujuan operasi pasar murah itu untuk masyarakat kecil, bukan buat pegawai yang notabene penghasilannya lebih baik ketimbang masyarakat kecil yang membutuhkan beras,” ucap Gubernur dalam Rapat Menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional di Aula Kantor Perwakilan Bank Indonesia Lampung, Rabu, 21 Februari 2024.

Hal itu menindak lanjuti pemantauan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) Prof Nairobi. Ia menilai operasi pasar murah yang digelar di instansi pemerintah tidaklah efektif dalam menyetabilkan harga beras untuk meredam tingat inflasi tinggi.

“Jadi tolong ini Bupati dan Wali Kota supaya diperhatikan. Kalau ada kendala kemacetan atau pun lainnya, itu bukan alasan. Bisa dikoordinasikan dengan pihak lain, baik perhubungan termasuk kepolisian,” kata Gubernur.

Arinal juga meminta tiap daerah melaporkan luasan lahan sawah dan produksinya. Termasuk jumlah penduduknya, untuk mengetahui kecukupan pangan atau tidak.

Menurutnya, Lampung ini sebagai daerah lumbung pangan yang tahun ini ditargetkan menghasilkan 3,2 juta ton. Kebutuhan konsumsi Lampung 1,2 juta ton, artinya ada surplus 2 juta ton.

Kenyataannya, di pasar ritel beras sulit ditemukan atau kosong, di pasar tradisional beras medium dijual Rp16 ribu/kg bahkan mencapai Rp19 ribu/kg.

Kondisi tersebut menghawatirkan terlebih menjelang Ramadan dan Idulfitri. Harga beras yang tinggi akan memicu inflasi daerah, ini yang harus dikendalikan, ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, Atas Parlindungan Lubis, menyebut bahwa komoditas beras, cabai mereh dan rawit, bawang merah, telur ayam, dan minyak goreng, berpotensi menyumbang inflasi. Menurut Atas Parlindungan, inflasi tak selamanya jelek, tetapi tetap harus dikendalikan.(red)

 

 



WhatsApp chat