Di Tengah Pandemi COVID-19, Mengapa Lampung Mengalami Deflasi?
Lampung (Journal): Sejak Maret 2020 masyarakat Indonesia hidup dalam masa pandemi Covid-19. Wabah Covid-19 yang melanda Indonesia turut mempengaruhi perkembangan harga secara nasional. Hal yang sama juga terjadi di Lampung. Bagaimana perkembangan harga di Lampung selama pandemi Covid-19?
Kasus Covid-19 di Lampung pertama kali diumumkan secara resmi oleh Pemerintah Provinsi Lampung pada Maret 2020. Sejak saat itu juga Lampung mengalami deflasi. Pada April 2020, BPS Provinsi Lampung merilis deflasi Maret 2020 sebesar 0,35 persen di Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan harga komoditas barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat Lampung dibandingkan Februari 2020. Pandemi Covid-19 memaksa Pemprov. Lampung untuk mengambil beberapa kebijakan guna memutus rantai penularannya. Berbagai kebijakan telah dilakukan Pemprov Lampung, antara lain larangan berkumpul di keramaian, larangan melakukan aktivitas di luar rumah seperti bekerja dan bersekolah. Apakah kebijakan ini membawa dampak positif terhadap perkembangan harga di Lampung?
Berdasarkan rilis BPS Provinsi Lampung pada Mei 2020, Lampung kembali mengalami deflasi sebesar 0,17 persen pada April 2020. Momen ramadhan tidak mampu membuat Lampung mengalami inflasi seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya. Ramadhan tahun lalu yang jatuh di Bulan Mei 2019 membuat Lampung mengalami inflasi sebesar 0,76 persen. Ramadhan di tengah pandemi memaksa pemerintah provinsi melakukan pengawasan secara ketat terhadap akses keluar masuk baik orang maupun barang dari dan keluar Lampung. Pemprov. Lampung memang tidak menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) seperti yang di lakukan pemerintah provinsi lain. Namun, penerapan PSBB yang dilakukan provinsi lain membawa dampak buruk terhadap pendistribusian barang dari dan keluar Lampung.
Proses pendistribusian barang yang terhambat menyebabkan menumpuknya stok barang yang sudah diproduksi. Dengan demikian stok barang hasil produksi tidak dapat didistribusikan ke konsumen secara maksimal dan mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan. Hal ini memaksa perusahaan merumahkan beberapa karyawannya atau bahkan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ini dilakukan agar perusahaan dapat terus bertahan dengan mengurangi pos pengeluaran upah karyawan sebagai salah satu biaya produksi perusahaan. Larangan berkumpul di keramaian pun turut memaksa beberapa tempat hiburan seperti hotel, rumah makan dan bioskop untuk menutup sementara usahanya dan merumahkan beberapa karyawan untuk mengurangi biaya produksi usaha.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Lampung per tanggal 5 Mei 2020, terdapat 3.475 orang menjadi pengangguran sebagai dampak pandemi Covid-19. Sebanyak 3.401 orang dirumahkan dan 74 orang di-PHK. Data tersebut direkap berdasarkan laporan dari 15 kabupaten/kota yang ada di Lampung. Banyaknya pengangguran tentu akan berdampak pula pada penurunan pendapatan rumah tangga dan pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Sebagai konsekuesi dari menurunnya daya beli masyarakat adalah berkurangnya permintaan suatu barang, sedangkan di sisi lain stok barang berlimpah, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan harga barang konsumsi di masyarakat.
PHK dan merumahkan karyawan yang dilakukan perusahan menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat, penurunan daya beli masyarakat, berkurangnya permintaan dan pada akhirnya membuat deflasi kembali melanda Lampung pada bulan ketiga masa wabah ini. Pada Juni 2020, BPS Provinsi Lampung kembali merilis deflasi Mei 2020 di Lampung sebesar 0,29 persen. Deflasi yang terjadi di Lampung pada bulan ini, membuat Lampung menjadi satu-satunya provinsi di Sumatra yang mengalami deflasi pada Mei 2020. Momen Idul Fitri pun tidak mampu membuat Lampung mengalami inflasi seperti yang terjadi di provinsi lain di Sumatra. Kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang deflasi terbesar di bulan Mei 2020. Komoditi beras, cabai merah, bawang putih, telur ayam ras, dan cabai rawit menjadi penyumbang deflasi terbesar di Lampung.
Pandemi Covid-19 membuat kegiatan ekonomi lesu. Idul Fitri di tengah pandemi menyebabkan penurunan permintaan makanan dan minuman. Pendapatan masyarakat dan daya beli masyrakat Lampung berkurang seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang merumahkan dan melakukan PHK karyawan. Apa yang bisa dilakukan pemerintah provinsi?
Bantuan sosial perlu segera diberikan kepada masyarakat korban PHK dan karyawan yang dirumahkan. Pemberian stimulus berupa uang kepada mereka yang membutuhkan bisa menjadi solusi untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan meningkatkan permintaan barang dan memperlancar pendisribusian stok barang yang ada. Namun, pemerintah perlu melakukan pendataan secara lengkap dan rinci mengenai siapa saja yang berhak menerima stimulus tersebut dan berapa lama mereka berhak menerimanya.
Solusi lain, pemerintah bisa memberikan stimulus melalui dunia usaha dengan cara pemerintah membeli stok produk yang melimpah untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan begitu pemerintah telah mengambil peran dengan turut membantu pengusaha sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen. Semoga daya beli masyarakat Lampung kembali membaik sehingga Lampung siap menghadapi masa tatanan kehidupan yang baru (new normal).
BIODATA PENULIS
Nama : Bayu Juniardi, S.E.
Tempat/Tanggal lahir : Bandar Lampung, 7 Juni 1977
Pekerjaan : ASN Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
Jabatan : Satf Seksi Statistik Harga Konsumen dan Harga Perdagangan Besar
Alamat rumah : Jl. Pulau Damar gang Madrasah RT.15B Dusun 8 Desa Way Huwi Kec. Jati Agung, Desa. Way Huwi
Alamat Kantor : Jalan Basuki Rahmar no. 54 Teluk Betung-Bandar Lampung,35215
Telp. (0721) 482909-474363, fax. (0721) 484329
Email: bps1800@bps.go.id, web: http//lampung.bps.go.id
Email : byufor.ayubi@gmail.com
No. Hp : 0852-7932-2277

