Preventif dengan Game Online
Bandar Lampung : Dampak buruk khususnya bagi para remaja usia sekolah sangat dirasakan dengan maraknya beberapa aplikasi game online. Permintaan pemblokiran pun datang dari salah satu pejabat daerah. Harapan pemblokiran di lingkup nasional maupun regional diajukan seiring dengan luasnya efek yang ditimbulkan dalam hal perkembangan anak, kesehatan mental, maupun pendidikan. Permintaan ini juga didasari tidak adanya kewenangan dari pemerintah daerah untuk melakukan pemblokiran. Dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) adalah pihak yang berwenang untuk memblokir game jika terindikasi mengandung tayangan yang dilarang undang-undang. Respon baik disampaikan Kemenkominfo untuk mempertimbangkan permohonan permintaan pemblokiran ini.
Kesenangan yang dihadirkan dalam penggunaan game online ini karena bisa diakses di semua level usia dan tersedia di smartphone maupun komputer dengan koneksi internet pada akhirnya tidak hanya sebatas sebagai hobi tapi sudah bergeser menjadi komersil. Namun, kemudahan akses ini juga bisa berefek negatif apabila tidak disikapi dengan baik. Tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga menjadi kecanduan adalah salah satunya dan remaja dinilai yang paling berpotensi menerima dampak buruk ini.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, 25,87 persen penduduk Indonesia merupakan generasi milenial (lahir di tahun 1981-1996) dan 27,94 persen generasi Z (lahir di tahun 1997-2012). Dua generasi inilah yaitu sebanyak setengah dari penduduk Indonesia dinilai paling rentan dengan akses game online dan menjadi generasi yang paling menikmati perubahan teknologi.
Tahun 2019 lalu, bulletin psikologi bertajuk Kecanduan Game Online pada Remaja yang dikeluarkan oleh Universitas Negeri Padang menyebut bahwa game online berpengaruh buruk di berbagai aspek. Sisi kesehatan, menurunnya daya tahan tubuh karena kurang waktu tidur dan asupan serta gangguan penglihatan bisa ditimbulkan karena akses game online yang berlebihan. Secara psikologis, berbagai adegan yang menghadirkan tindakan kekerasan berpengaruh tidak langsung pada kehidupan nyata dengan wujud perilaku emosional. Efek yang lain yaitu menjadi individualis dan egois karena minimnya pertemanan dan interaksi dengan keluarga.
Bidang akademis juga tak lepas dari perhatian. Game online yang berlebihan juga berpengaruh buruk dalam kegiatan pembelajaran karena waktu lebih banyak dihabiskan untuk bermain game ketimbang belajar. Banyaknya waktu yang digunakan untuk bermain game juga menyebabkan hilang kontak dengan realita dan pada akhirnya menjadi pribadi antisosial. Tak hanya itu, sisi keuangan pun juga terpengaruh. Kocek juga harus tersedia demi pemenuhan kuota internet.
Tindakan preventif perlu dilakukan setidaknya fokus untuk menghilangkan kecanduan. Era adanya pandemi ini juga menjadi tantangan karena berbagai kegiatan banyak dilakukan di rumah. Kurangnya perhatian juga turut memberikan dampak negatif. Orang tua senantiasa memberikan pendampingan dengan pengalihan perhatian anak dari game yaitu perubahan perilaku anak yang terjebak di dunia maya beralih dunia nyata. Salah satunya dengan olahraga. Kenali olahraga yang sesuai minat dan bakat. Aturan dalam keluarga tentang pembatasan terhadap penggunaan gadget bisa menjadi pilihan. Berikan jadwal penggunaan gadget ataupun jadwal bermain game secara terbatas menjadi alternatif untuk fokus mengurangi kecanduan.
Pihak sekolah juga harus memberi andil dengan memberikan motivasi untuk tidak terjebak dan tindakan pencegahan yang bisa dilakukan dengan pertemuan pembelajaran jarak jauh. Dimungkinkan siswa belum memiliki pengetahuan tentang bahayanya bermain game online. Tak luput aturan pemerintah secara tegas yang mengatur tentang game online ini juga sangat dibutuhkan dengan berbagai pertimbangan. Semua pihak harus bersinergi dalam memberikan pengawasan karena efek game online yang luar biasa terhadap pengguna khususnya remaja.
(Ari Rusmasari-Pranata Komputer Muda BPS Kota Bandar Lampung)
